Perempuan itu ada di sana. Di balik pintu rumah, bersama dua
teman lainnya. Lulu dan Lele. Ketiganya melangkah, melewati pintu. Satu per
satu mengucap belasungkawa sambil memberikan pelukan hangat, kepada saya. Termasuk
dia, perempuan berjilbab dan berkacamata. Anggap saja, namanya Alin.
Buat saya, kedatangan Alin saat Papah meninggal merupakan
kejutan. Karena sudah lebih dari dua tahun kami tidak berkomunikasi. Padahal,
profesi kami sama. Teman kami sama. Sering juga jumpa di berbagai tempat. Meski
begitu, saya selalu menganggapnya tak ada.
Alasannya sederhana. Saya merasa tidak melakukan kesalahan
kepada Alin, yang pada suatu hari melakukan aksi bisu. Tanpa penjelasan, dia marah
dan memutuskan hubungan pertemanan yang sudah terjalin lama.
Sebenarnya, saya mendengar banyak gosip terkait aksi yang
dilakukan Alin. Tapi saya tak pernah mau ambil pusing. Mau membisu sampai tua
pun, itu haknya si Alin. Cuma ya, selama dia menganggap saya tak ada, saya pun
akan melakukan hal serupa. Dan sebaliknya, ketika dia menyapa, bertanya, atau
mengajak bicara saya akan menanggapinya.
Alin, bukan satu-satunya yang pernah saya anggap tak ada di
muka bumi. Masih ada beberapa teman, yang mendadak membisu, marah tanpa memberi penjelasan dan keterangan
lengkap apa kesalahan saya.
Ketika mereka mulai mengajak saya bicara atau minimal
menyapa saat jumpa, saya akan dengan mudah melupakan kejadian sebelumnya.
Menganggap semua baik-baik saja dengan beberapa catatan tertentu. Misalnya
saja, ‘jangan terlalu dekat dengan si A’.
Tapi sesungguhnya, memaafkan orang itu bukan hal yang mudah
buat saya. Terlebih ketika perkataan atau perbuatannya sudah menggores hati, meski
hanya secuil. Baik sengaja atau tidak. Misal berbohong. Sekecil apapun jenis
bohongnya, kalau sudah membuat sakit ya... Maafkan saya, kalau saya anggap kamu
bukan bagian dari makhluk hidup di muka bumi.
Jadi, meski sudah menganggap saya tak ada selama
bertahun-tahun, tetapi masih bisa membuat saya mengeluarkan beberapa patah kata
di kemudian hari, selamat... Kalian sudah lolos dari catatan hitam Mega Dwi
Anggraeni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar